Perbaikan Jalan di Citeureup – Bogor kembali jadi perbincangan hangat, bukan karena keindahan alamnya, tapi karena proyek perbaikan jalan di wilayah Citeureup yang bikin geleng kepala. Bukannya membawa kenyamanan, proyek ini justru menuai cemooh dari warga. Bagaimana tidak? Jalan yang baru selesai slot bet kecil di perbaiki terlihat seperti di kerjakan dengan asal-asalan, tanpa mempertimbangkan kualitas dan keselamatan pengguna jalan. Viral di media sosial, proyek ini jadi simbol baru lemahnya pengawasan dan buruknya eksekusi proyek infrastruktur di daerah.
Warganet ramai-ramai mengunggah foto dan video kondisi jalan yang memprihatinkan. Aspal bergelombang, tambalan kasar, dan sisi jalan yang tidak rata jadi pemandangan sehari-hari. Bahkan ada bagian jalan yang mulai retak hanya dalam hitungan hari setelah diperbaiki. Apakah ini hasil kerja profesional? Atau justru proyek tambal sulam yang hanya menghabiskan anggaran tanpa hasil?
Kronologi Viralnya Perbaikan Jalan di Citeureup Bogor
Proyek perbaikan ini disebut-sebut memakan anggaran dari dana pemerintah, namun hasilnya justru menuai rasa kecewa dan kemarahan. Banyak warga yang menduga proyek ini di kerjakan tanpa standar yang jelas. Tidak terlihat adanya alat berat modern yang biasa di gunakan dalam pengerjaan jalan skala besar. Bahkan kualitas aspal yang di gunakan di pertanyakan karena terlihat cepat hancur dan mudah terkelupas.
Menurut beberapa saksi mata, pengerjaan di lakukan tergesa-gesa dan minim pengawasan dari pihak terkait. “Baru seminggu di aspal, udah ngelupas kayak kulit jeruk. Ini mah jelas-jelas proyek asal jadi,” ujar salah satu warga Citeureup yang marah karena jalan di depan rumahnya malah makin rusak usai ‘diperbaiki’.
Baca Berita Lainnya Juga Hanya Di thorntoncoappliancerepair.com
Jalan Bergelombang, Bukti Nyata Kecerobohan
Salah satu hal paling mencolok dari hasil proyek ini adalah permukaan jalan yang bergelombang. Bukannya rata dan mulus, jalan justru tampak tidak stabil dan membuat pengendara motor harus ekstra hati-hati. Saat hujan, genangan air terbentuk di mana-mana karena drainase yang buruk dan aspal tidak rata.
Seorang pengguna jalan mengeluhkan motornya sempat tergelincir karena jalanan yang licin dan tidak rata. “Ini mah bukan jalan, ini jebakan Batman. Padahal ini jalur ramai, di lewatin ratusan kendaraan tiap hari,” katanya dengan kesal. Kondisi ini bukan hanya mengganggu kenyamanan, tapi juga membahayakan keselamatan warga.
Proyek Viral, Tapi Pihak Terkait Masih Bungkam
Meski telah viral dan menuai kritik tajam di media sosial, hingga kini belum ada klarifikasi tegas dari dinas atau pihak pelaksana proyek. Publik menuntut transparansi: siapa kontraktornya, berapa nilai proyeknya, dan bagaimana proses pengawasannya? Semua masih jadi tanda tanya besar.
Beberapa warga menyebutkan proyek ini seperti “main mata” antara pihak kontraktor dan instansi pemerintah. Hal ini diperkuat dengan cepatnya proses pengerjaan, padahal biasanya proyek jalan butuh waktu cukup lama dengan standar teknis ketat. “Kalau memang pakai uang rakyat, tolonglah kerja yang benar. Jangan seperti proyek siluman,” ujar tokoh masyarakat setempat.
Netizen Geram, Serukan Audit dan Investigasi
Unggahan warga Citeureup tentang kondisi jalan ini telah dibagikan ribuan kali di media sosial. Komentar yang masuk di dominasi oleh kemarahan dan tuntutan agar proyek ini di audit. Banyak netizen yang mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun BPK untuk turun tangan. Isu korupsi dan manipulasi anggaran pun mulai mencuat, seiring dengan memburuknya kepercayaan publik terhadap pelaksanaan proyek pemerintah daerah.
“Masa sih jalan baru di perbaiki udah rusak? Kualitas kayak gini mah bisa-bisa tiap tahun harus di perbaiki lagi, terus anggarannya kemana?” tulis salah satu akun Twitter yang viral. Suara publik sudah jelas: ada yang tidak beres dalam proyek ini, dan harus di usut tuntas.
Jalanan Rusak: Cerminan Mentalitas Proyek Murahan
Apa yang terjadi di Citeureup bukan sekadar kerusakan jalan. Ini adalah cerminan dari pola pikir proyek murahan yang hanya fokus pada pencairan anggaran, bukan pada hasil dan dampaknya bagi masyarakat. Infrastruktur seharusnya menjadi fondasi pembangunan jangka panjang, bukan proyek tambal sulam yang membahayakan warga.
Sayangnya, kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi. Di banyak daerah lain, proyek jalan sering kali menjadi ladang basah bagi praktik manipulatif. Jika tidak ada tindakan tegas, bukan tidak mungkin kejadian serupa akan terus berulang, menjadikan jalan-jalan kita sebagai ladang bahaya dan frustrasi.